ASEAN Wacanakan Sistem Kesehatan Terpadu Hadapi Pandemi

JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara ASEAN menggulirkan wacana membangun sistem kesehatan terintegrasi demi menghadapi potensi pandemi di masa depan. Rencana ini membutuhkan transparansi data sehingga kepercayaan antarnegara ASEAN bisa diperkuat.

Wacana tersebut mengemuka pada Konferensi Kesehatan Masyarakat Digital ASEAN, Rabu (6/10/2021). Konferensi ini dihadiri antara lain oleh para pejabat kesehatan negara ASEAN dan akademisi.

Kepala Divisi Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Brunei Darussalam Justin Wong mengatakan, teknologi dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan kemungkinan pandemi. Teknologi digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang tersebar di internet, kemudian dianalisis. Data tersebut nantinya dikumpulkan dalam platform digital untuk ASEAN.

”Tantangannya adalah membangun kepercayaan antarnegara. Kita tidak dapat berbagi informasi apabila tidak ada kepercayaan. Merancang sistem medis yang kokoh dimulai dari situ,” ucap Wong.

Perdana Menteri India Narendra Modi (tengah-kiri) berpidato di hadapan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc (kanan) dan para pejabat dari negara ASEAN lain secara virtual dalam pertemuan puncak ASEAN-India secara virtual di Hanoi, Vitenam, 12 November 2020.

Pakar dari Departemen Pengendalian Penyakit Kemenkes Thailand Anupong Sujariyakul mengatakan, masing-masing perlu saling belajar mengatasi pandemi. Thailand, misalnya, menerapkan kuntara (lockdown) setelah melihat cara China merespon Covid-19.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, aplikasi PeduliLindungi yang dikembangkan pemerintah terinspirasi dari Singapura. Aplikasi ini digunakan untuk penapisan risiko Covid-19 di tempat publik, serta sebagai pusat data vaksinasi dan tes Covid-19. PeduliLindungi sudah diunduh lebih dari 16 juta kali dan digunakan setidaknya 10 juta kali per hari.

Ia menambahkan, membangun sistem kesehatan terpadu penting agar koordinasi negara-negara ASEAN selama pandemi mudah. Misalnya, untuk menyamakan standar syarat bepergian, serta distribusi obat dan alat kesehatan antarnegara. Wacana membangun sistem kesehatan global akan diajukan saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT G-20 pada 2022.

KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berbicara pada Konferensi Kesehatan Masyarakat Digital ASEAN, Rabu (6/10/2021). Konferensi ini dihadiri antara lain oleh para pejabat kesehatan negara ASEAN dan akademisi.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Penyakit Menular Nasional Singapura Leo Yee-Sin, asesmen kolaboratif penting karena penyakit berpotensi menjadi masalah global, bukan masalah satu negara saja. Kerja sama ASEAN untuk berbagi situasi dan informasi kesehatan pun dibutuhkan. Informasi itu bakal menjadi dasar merespons pandemi atau masalah medis lain di masa depan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika wacana sistem kesehatan terpadu ASEAN diwujudkan. Pertama, membangun kepercayaan antarnegara. Kedua, membuat standar pengumpulan informasi. Terakhir, membuat sistem berbasis teknologi yang fleksibel terhadap ragam tantangan kesehatan.

”Perlu diingat bahwa ada kesenjangan digital di masyarakat. Sejumlah pendekatan bisa dilakukan agar informasi yang terkumpul mencakup seluruh kelompok masyarakat,” kata Yee-Sin.

Kepala Kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di China Gauden Galea mengatakan, pelibatan kelompok marjinal dalam wacana ini bukan hanya untuk keadilan sosial. Kelompok ini rentan terdampak pandemi, bahkan dinilai dapat menjadi sumber lonjakan kasus baru Covid-19. Mengumpulkan data kesehatan mereka akan membuat respon terhadap pandemi lebih matang.

Di sisi lain, pengumpulan informasi membawa konsekuensi sosial. Hal ini membutuhkan kompromi masyarakat karena menyangkut data pribadi masyarakat.

Dokumentasi Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Nusa Dua dalam penerapan aplikasi PeduliLindungi dan fasilitas QR Code aplikasi PeduliLindungi pada Rabu (15/9/2021). Setiap pengunjung ke kawasan The Nusa Dua, Badung, Bali, diwajibkan memindai QR Code aplikasi PeduliLindungi.

Kesiapan negara

Menurut Direktur Divisi Pengendalian Penyakit Kemenkes Malaysia Datuk Norhayati binti Rusli, setiap negara perlu mempersiapkan diri menghadapi ancaman kesehatan, termasuk dampak yang ditimbulkannya. Kemampuan mengontrol penyakit bergantung pada respons pemerintah dibantu dengan komunikasi antarnegara dan para pemangku kepentingan.

Pemerintah juga perlu memperhatikan aspek finansial menghadapi krisis pandemi. Hal ini termasuk fleksibilitas untuk realokasi dana kesehatan. Adapun sumber daya manusia yang mumpuni juga mesti disiapkan.

”Pemerintah di tiap level mesti bersiap menghadapi pandemi yang butuh respons cepat. Ini untuk menghindari krisis berkepanjangan,” tuturnya.

Profesor dan Direktur Program Penyakit Menular Baru di Duke-NUS Medical School Singapura Wang Linfa mengatakan, surveilans merupakan salah satu opsi terbaik mengatasi pandemi dan memitigasi penyakit zoonosis. Penelitian juga terus dilakukan untuk memprediksi masalah medis yang mungkin muncul.

”Pada Januari-Maret 2020, kita tidak menanggapi serius virus ini (SARS-CoV-2). Jika kita serius, bekerja sama, ada kemauan politik, kolaborasi, dan transparansi, saya pikir kita bisa menghindari transmisi masif (Covid-19),” ucap Wang.