Kemenkes Perkuat Jaringan Layanan Kesehatan Jiwa di Seluruh Fasyankes

Jakarta, InfoPublik – Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir presentase masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat.

Endang pada keterangan resminya Selasa (11/10/2022) mengatakan kondisi ini diperburuk dengan adanya COVID-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3 persen baik.

Karena menderita penyakit COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi. Makin tinggi presentase masalah kesehatan jiwa, Endang menjelaskan disebabkan oleh berbagai faktor.

“Salah satunya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dan tenaga psikolog yang masih kurang. Kita juga melihat dari data-data pelayanan yang ada, saat ini baru sekitar 50 persen dari 10.321 unit Puskesmas kita yang mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa,” kata Endang.

Sementara sisanya belum memiliki layanan kesehatan jiwa. Pun dengan layanan kesehatan jiwa di rumah sakit (RS), jumlahnya juga belum merata. Masih ada empat provinsi yang belum memiliki RS Jiwa dan baru 40 persen RS Umum yang ada fasilitas pelayanan Jiwa.

Berbanding lurus dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa di fasyankes dan Puskesmas, jumlah psikiater yang ada saat ini belum mencukupi.

Rasio psikiater di Indonesia masih sangat timpang yakni 1:200.000 penduduk. Artinya setiap 1 psikiater harus melayani 200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar WHO yang mensyaratkan rasio psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1:30.000.

“Tak hanya dari sisi jumlah, sebaran psikiater juga belum merata. Masih terkonsentrasi di kota-kota besar saja. Pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) menjadi momentum penting untuk memperkuat jejaring layanan kesehatan Jiwa,” kata Endang.

Mulai dari tingkat masyarakat, Puskesmas sampai RS Rujukan. Jejaring tersebut, lanjut Endang merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan yang yang bertujuan untuk memperluas sekaligus mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa.

Endang menjelaskan membutuhkan kerja sama yang kuat, apabila hanya mengandalkan jumlah psikiater yang ada, (penanganan kesehatan mental) akan membutuhkan waktu yang lama.

“Sehingga kita harus membuat terobosan, bagaimana caranya supaya beban kesehatan jiwa bisa kita atasi dengan jejaring yang ada saat ini,” kata Endang.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi Rumah Tangga dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil pada 2018.

Gangguan mental emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1 persen atau sekitar 12 juta penduduk (Riskesdas 2013) menjadi 9,8 persen atau sekitar 20 juta penduduk.

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

HKJS diperingati setiap tanggal 10 Oktober setiap tahunnya, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, kemauan, kemampuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa.

Tema global peringatan HKJS tahun 2022 adalah “Making Mental Health & Well-Being for All a Global Priority” bertujuan untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan mental menjadi prioritas global untuk semua.

Sedangkan tema nasional adalah “Pulih Bersama Generasi Sehat Jiwa” yang memiliki harapan optimis bahwa kita mampu melewati masa sulit dan siap menghadapi tantangan global untuk membawa Indonesia maju dengan generasi Indonesia Emas yang sehat jiwa dan mampu bersaing di kancah Internasional.

Rangkaian kegiatan peringatan HKJS telah dimulai September dan puncaknya digelar hari ini, 10 Oktober 2022 di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

Foto: Kemenkes