Kematian Shanghai Melonjak, Strategi Zero COVID Dinilai Tak Mempan Buat Omicron

Jakarta – Kasus COVID-19 di China, khususnya di Shanghai dan Beijing mulai melonjak lagi. Bahkan angka kematian dan pasien yang bergejala terutama di Shanghai, saat ini masih sangat meningkat lantaran varian Omicron.

Akibatnya, kota tersebut harus memberlakukan pembatasan COVID-19 yang ketat hingga mengurung penduduknya di rumah masing-masing. Di saat yang sama, China juga masih terus memperketat kebijakan zero COVID-19.

Menurut epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, kebijakan zero COVID-19 yang diberlakukan China cukup bagus untuk mengatasi kasus COVID-19 di awal wabah. Namun, itu tampaknya kurang efektif untuk mengatasi kecepatan infeksi dari varian Omicron.

“Jadi situasi China, khususnya Beijing dan Shanghai, kita tahu bahwa pemerintah China ini menerapkan kebijakan zero COVID-19. Jadi, kalau ada satu kasus betul-betul dilakukan intervensi yang ekstrem sekali dengan lockdown dengan tes satu kota, dan itu bisa dites bahkan satu orang bisa berulang kali,” kata Dicky pada detikcom Senin (25/4/2022).

“Nah sekian tahun itu berhasil. Tapi, sejak awal sejak kemunculan Omicron zero COVID-19 itu tampaknya akan sulit melawan kecepatan efektivitas dari Omicron dalam menginfeksi dan menyebar. Ini yang juga terjadi di kawasan Asia Pasifik,” terangnya.

Dicky mengatakan mungkin kebijakan zero COVID-19 masih bisa mengatasi gelombang varian Delta dan membuat China bisa bertahan. Tetapi, tidak untuk varian Omicron.

“Sampai gelombang Delta itu mereka masih bisa bertahan, tapi omicron ini mewakili potensi varian atau karakter virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19 ke depan di mana dia efektif banget menginfeksi terutama mereka yang belum divaksinasi atau belum lengkap vaksinasinya,” jelas Dicky.

“Saya melihat yang dimaksud vaksinasi lengkap cenderung ke tiga dosis atau dosis keempat yang dijadikan sebagai booster,” pungkasnya.