Reportase Peluncuran Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024

16 Desember 2021

Sesi Diskusi Panel

Sesi diskusi panel dihadiri oleh 5 narasumber yang dimulai dengan pemaparan Verry Adrian dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Verry menyampaikan mengenai manfaat digitalisasi pengelolaan data kesehatan di DKI Jakarta yang telah dimulai sejak 2000. Bagi pihak internal, digitalisasi data sangat bermanfaat untuk menetapkan kebijakan, digitalisasi data juga bermanfaat bagi pihak eksternal misalnya untuk akademisi yang memanfaatkan data untuk membuat publikasi ilmiah. Tantangan yang ditemui saat ini adalah bagaimana mengintegrasikan semua sistem yang ada, sehingga dengan adanya peluncuran strategi transformasi akan membantu proses tersebut. Rencana yang akan dilakukan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu mewujudkan personal medical record dengan mengintegrasikan sistem antar puskemas dan fasilitas kesehatan yang ada, serta mewujudkan bank data kesehatan pada 2022.

Pemaparan kedua oleh Jajah Fachiroh dari Biobank FK – KMK UGM. Biobank adalah infrastruktur riset kesehatan yang berfungsi sebagai koleksi biospesimen dan data penelitian terkait yang terstruktur dan tersimpan dalam jangka waktu yang panjang. Tantangan yang dialami Biobank dalam riset kesehatan yang pertama yaitu pemahaman konsep dan penggunaan best practice masih terbatas baik pada society researcher dan society layanan kesehatan. Kedua Biobank melibatkan banyak spesimen yang didapatkan dari manusia, sehingga sifatnya sangat unik dan dibutuhkan perlindungan kerahasiaan untuk mencegah timbulnya konflik. Tantangan yang ketiga yaitu diperlukannya data konektivitas dan data integrasi, sehin gga sektor riset dan data yang ada dapat tersambung. Peran Biobank dalam riset kesehatan di Indonesia yaitu mengembangkan sistem digitalisasi konektivitas data peneliti daan spesimen yang disimpan dalam Biobank, sehingga dapat menjembatani pemanfaatan data secara nasional.

Biobank juga berperan dala m menyamakan kesamaan visi dan pengetahuan dengan penyelenggaraan workshop secara nasional dan penyediaan materi workshop secara digital. Selain itu, biobank juga dapat menjadi pemantik ide untuk membuat sistem data digital. Ke depannya, Biobank berharap dapat mengembangkan regulasi operasional biobank secara nasional dan meningkatkan privasi data. Harapan Biobank berikutnya adalah dapat memajukan riset kesehatan nasional dan menciptakan sistem untuk berbagi data bersama. Jika banyak Biobank yang terkoneksi dan terintegrasi, maka penemuan kedokteran dapat dipercepat di Indonesia.

Diskusi panel dilanjutkan dengan pemaparan oleh Bapak Purnawan Junadi yang merupakan ketua Aliansi Telemedik Indonesia (ATENSI). Semenjak 2020, telemedicine meningkat drastis dari 4 juta pengguna menjadi 15 juta pengguna, saat ini telemedicine telah menjangkau 80 kota di Indonesia. Dengan menggunakan telemedicine, biaya pengobatan dapat turun sebanyak 40%. Tantangan yang dihadapi untuk telemedicine yaitu kebutuhan regulasi terkait dengan kewenangan dan ruang lingkup telemedicine dalam kondisi di luar pandemi belum ada. Potensi telemedicine ke depannya yaitu dapat menjangkau daerah – daerah tertinggal untuk mempercepat pelayanan kesehatan.

Panelis ke 4 yaitu Gregorius Bimantoro yang merupakan ketua HealthTech.id. Bimantoro menyampaikan ekosistem inovasi kesehatan membantu digitalisasi dari tenaga kesehatan hingga fasilitas kesehatan. Tantangan digitalisasi di ekosistem inovasi kesehatan yaitu belum adanya regulasi, kolaborasi antara industri kesehatan dan fasilitas kesehatan, kerjasama antara dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan tingkat dua. Kolaborasi yang telah dilakukan antara Digital Transformation Office Kemenkes dengan berbagai asosiasi yaitu HealthTech Space seperti regulatory sandbox & advocacy platform yang bertujuan untuk membuat inovasi peraturan yang telah ada bersama – sama; creative space for collaboration sebagai wadah kolaborasi baik secara luar jaringan dan dalam jaringan; community and talent development bertujuan untuk membangun dan mengembangkan komunitas dengan pelatihan dan pengadaan kegiatan; launchpad (incubator) bertujuan untuk mencocokkan peraturan yang diusulkan dan yang akan dikembangkan sehingga dapat diaplikasikan secara berkelanjutan; dan yang terakhir adalah business hub yang memiliki tujuan untuk menghubungkan inovasi yang telah dibuat dengan para penyelenggara misalnya fasilitas kesehatan.

Sesi diskusi panel ini ditutup oleh pemateri kelima yaitu Marsya Nurmaranti sebagai ketua Komunitas Indo Relawan yang menyampaikan beberapa kegiatan para relawan yaitu percepatan pelaporan data pasien COVID-19, pendataan obat antivirus di apotek, pendata lokasi vaksinasi, dan pemantauan protokol kesehatan di lapangan. Pada era digital ini, relawan yang terlibat dapat melakukan kegiatan dari rumah dan daya tampung relawan menjadi besar, ada 3000 relawan yang terlibat dalam kegiatan relawan saat pandemi ini. Dengan adanya digitalisasi, relawan dapat mendukung proses implementasi dan transisi ketika pengumpulan data, sehingga data yang terlaporkan lebih akurat dan cepat.

Setelah seluruh panelis menyampaikan paparannya, dilanjutkan dengan tanggapan dari tim uji coba regulatory sandbox e-malaria yaitu Anis Fuad, DEA. Salah satu faktor yang mendukung transformasi digitalisasi kesehatan adalah regulasi yang adaptif, lincah, dan kondusif terhadap para inovator industri digital dan perusahan perintisan bidang kesehatan. Regulatory sandbox adalah wadah yang dapat mempertemukan regulator, para ahli independen, inovator untuk menguji dan menilai inovasi yang bersifat destruktif agar dapat memenuhi standar baik keamanan, model bisnis, maupun aspek keselamatan bagi para pengguna. Dengan adanya uji coba diharapkan pemerintah kesehatan dapat memiliki pengalaman riil menyusun model regulasi baru yang lebih adaptif sehingga menumbuhkan ekosistem kesehatan digital yang lebih dipercaya oleh masyarakat dan terjamin kualitasnya.

Sesi Tanya Jawab

Peserta menanyakan terkait dengan bagaimana perkembangan literasi digital masyarakat Indonesia. Tanggapan dari Prof Purnawan Junadi, mengharapkan adanya pemerataan koneksi internet di seluruh wilayah Indonesia khususnya di daerah terpencil. Menurut Jajah Fachiroh, literasi digital di bidang kesehatan sudah baik, namun kendalanya adalah peralihan dari kebiasan tatap muka ke dunia maya. Diperlukan komunikasi secara digital dengan interface yang mendukung untuk menggantikan direct interaction sehingga dicapai pemahaman yang baik. Gregorius Bimantoro menambahkan tanggapan perlunya mendorong tenaga kesehatan untuk meningkatkan pemahaman digitalisasi, karena mereka yang akan berkaitan langsung dan berhadapan langsung dengan masyarakat dalam pengaplikasian digitalisasi. Dilanjutkan tanggapan dari Verry, di DKI Jakarta saat ini sudah cukup baik untuk literasi digital karena ada program Jack Wifi, yaitu fasilitas wifi gratis bagi warga DKI Jakarta. Menurut Marsya, untuk meningkatkan liteasi digital, diperlukan sosialisasi  yang tidak hanya dilakukan di daerah perkotaan tetapi juga di pedalaman.

Reporter: Dionita Rani Karyono (FK – KMK UGM)