WHO: Omicron Bikin Kebijakan Nol-Covid China Tidak Berkelanjutan

JENEWA, KOMPAS.com – Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menggambarkan strategi nol-Covid China sebagai upaya yang tidak berkelanjutan.

“Kami mengenal virus lebih baik dan kami memiliki alat yang lebih baik, termasuk vaksin, sehingga penanganan virus sebenarnya harus berbeda dari apa yang biasa kami lakukan di awal pandemi,” kata Tedros, Selasa (17/5/2022).

Dia menambahkan bahwa virus telah berubah secara signifikan sejak pertama kali diidentifikasi di Wuhan pada akhir 2019, ketika China sebagian besar menghentikan penyebarannya dengan lockdown.

Tedros mengatakan, WHO telah berulang kali memberi tahu pejabat China tentang strategi penanganan Covid-19 yang direkomendasikan, tetapi mengenai pilihan kebijakan, setiap negara berhak untuk menentukan sendiri.

Kepala Keadaan Darurat WHO Michael Ryan mengatakan, WHO mengakui bahwa China telah menghadapi situasi sulit dengan Covid-19 baru-baru ini dan mengapresiasi pihak berwenang karena menjaga jumlah kematian ke tingkat yang sangat rendah.

“Kami memahami mengapa respons awal China adalah mencoba dan menekan infeksi ke tingkat maksimum, (tetapi) strategi itu tidak bisa dilanjutkan dan elemen lain dari respons strategis perlu diperkuat,” katanya.

Ryan menambahkan bahwa upaya vaksinasi harus dilanjutkan dan menekankan bahwa strategi hanya untuk menekan bukanlah cara yang bisa dilanjutkan untuk keluar dari pandemi bagi negara manapun.

WHO bujuk Korea Utara dan Eritrea

Kepala WHO mengatakan, pihaknya berusaha membujuk Korea Utara dan Eritrea untuk memulai vaksinasi Covid-19.

“WHO sangat prihatin dengan risiko penyebaran lebih lanjut di (Korea Utara),” kata Tedros, yang mencatat bahwa penduduk Korea Utara tidak divaksinasi dan ada sejumlah orang yang mengkhawatirkan dengan kondisi rawan yang menempatkan mereka pada risiko penyakit parah.

Tedros mengatakan, WHO telah meminta Korea Utara untuk membagikan lebih banyak data tentang wabah di sana, tetapi sejauh ini tidak ada tanggapan.

Korea Utara baru mengakui wabah untuk pertama kalinya minggu lalu, dan sekarang menyatakan lebih dari 1,7 juta orang sakit demam. Tidak memiliki persediaan pengujian yang cukup untuk mengonfirmasi berapa banyak kasus Covid-19, tetapi para ahli luar percaya sebagian besar kasus demam disebabkan oleh virus corona.

Dia mengatakan WHO telah menawarkan untuk mengirim vaksin, obat-obatan, tes, dan dukungan teknis kepada Korea Utara dan Eritrea, tetapi kedua pemimpin negara itu belum menanggapi.

Ryan mengatakan setiap penularan yang tidak terkendali di negara-negara seperti Korea Utara dan Eritrea dapat memacu munculnya varian baru, tetapi WHO tidak berdaya untuk bertindak kecuali negara-negara menerima bantuannya.