Sistem Kesehatan Negara Ini Bisa Hancur karena Corona

Jakarta, CNBC Indonesia – Tsunami corona (Covid-19) di India membuat sistem kesehatan di negara itu “ambruk”. Bagaimana tidak, meski kini turun, India pernah mencatat kenaikan kasus amat tinggi hingga 400.000 per hari.

Pemandangan seperti pasien kekurangan oksigen dan habisnya tempat tidur menjadi lazim. Bahkan, viral ratusan jenazah kasus Covid-19 ditemukan dan dikuburkan seadanya di tepi Sungai Gangga.

Ternyata, ledakan kasus yang mengancam sistem kesehatan tak hanya terjadi di India. Dalam laporan The Guardians, Bureau of Investigative Journalism menganalisis data yang disediakan oleh Every Breath Counts Coalition, NGO Path dan Clinton Health Access Initiative (CHAI) untuk menemukan negara yang paling berisiko terutama karena kehabisan oksigen.

Hasilnya setidaknya ada 10 negara yang sangat berisiko. Yakni Argentina, Kolombia, Iran, Nepal, Filipina, Malaysia, Thailand, Pakistan, Kosta Rika, dan Afrika Selatan.

Pasalnya mereka mencatat kenaikan besar dalam permintaan oksigen sejak Maret, sekitar 20%. Padahal di saat yang sama vaksinasi masih kurang dari 20% populasi.

Negara Asia lainnya seperti Laos juga berisiko. Ini termasuk Nigeria, Ethiopia, Malawi, dan Zimbabwe.

Negara -negara ini memiliki sistem pengiriman oksigen yang kurang matang. Artinya peningkatan kasus, meski kecil, dapat menimbulkan masalah besar.

“Banyak dari negara-negara ini menghadapi kekurangan oksigen (bahkan) sebelum pandemic … Kebutuhan ekstra mendorong sistem kesehatan ke tepi jurang,” kata Koordinator Koalisi Every Breath Counts, Leith Greenslade.

“Situasi tahun lalu, dan lagi pada Januari tahun ini di Brasil dan Peru, seharusnya menjadi peringatan,” ujarnya lagi.

“Tapi dunia tidak bangun. Kita seharusnya tahu yang seperti India akan terjadi, setelah melihat apa yang terjadi di Amerika Latin. Dengan melihat Asia, kita juga harus tahu ini (mungkin) akan terjadi di beberapa kota besar di Afrika.”

Hal senada sebenarnya juga diutarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pemimpin satuan oksigen untuk Covid-19, Robert Matiru mengatakan pihaknya bisa melihat kehancuran sistem kesehatan.

“Terutama di negara yang sistemnya sangat rapuh,” katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Unicef, Bank Dunia, dan donor serta LSM lainnya telah mengirimkan ratusan ribu konsentrator ke negara-negara untuk membantu mereka mengatasi kenaikan kebutuhan oksigen. Tetapi produsen kekurangan suku cadang.

Bank Dunia telah memperingatkan bahwa banyak negara belum mengajukan pinjaman darurat yang tersedia untuk membantu meningkatkan sistem oksigen. Tahun lalu Bank Dunia menyediakan US$ 160 miliar atau Rp 2.200 triliun bagi negara-negara untuk bersiap menghadapi Covid-19.

Unitaid dan Wellcome juga telah menyumbangkan US$ 20 juta (Rp 280 miliar) dalam pendanaan darurat untuk oksigen di negara-negara berpenghasilan rendah. Global Fund juga telah memberikan US$ 3,7 miliar (Rp 53 triliun) dalam bentuk hibah bagi negara-negara kurang mampu.